Terguncang

Malam ini (27/12), aku diajak my fam ke Bandung. Di tengah perjalanan sempat beristirahat di Masjid At Taubah, Jl Tol Jakarta-Cikampek Kilometer 57, Karawang. Saat berada di tempat itu, tiba-tiba pikiranku melayang jauh, meloncat, membayangkan kehidupan manusia setelah nanti dihidupkan kembali dari kematian.

"...Watuhrijul hayya minal mayyiti watuhrijul mayyita minal hayyi. Watardzuku mantassa u bighairi hisab," Firman Allah ini kerap mengingatkanku tentang adanya kehidupan setelah kematian.

Masya Allah. Di pelataran parkir, depan sebuah masjid yang diremiskan Aa' Gym, 14 September 2006, banyak lalu lalang manusia dan sederet mobil terdiri lebih dari 30 unit. Ini hanya dari satu lokasi. Satu unit mobil diisi sekitar lebih dari dua orang. Begitu banyak manusia, namun di dalam masjid hanya satu per tiga manusia dari total person yang berada di pelataran parkir.
Itu pun, didominasi orang-orang yang terlelap karena beristirahat. Memang saat ini waktu telah menunjukkan pukul 03.00 WIB. "Aaah, budaya mendirikan malam itu telah terkikis," batinku. Di tengah kegundahan, kedua bola mataku menangkap lima sosok manusia yang sedang mendirikan shalat, semuanya wanita.
Aku tak mengetahui pasti. Apakah mereka sedang mendirikan shalat isya atau menghidupi malam dengan tahajjud. Aku hanya tau, saat itu hatiku terguncang sekaligus bersyukur bahwa di tengah waktu kantuk yang dahsyat dan dinginnya malam, masih ada realita wujud penghambaan manusia terhadap Sang Khalik.
Masih ada orang-orang kaya yang tidak melupakan Tuhannya. Tapi, dari mana aku mengetahui mereka orang-orang kaya? Setidaknya ku menangkap indikator itu dari jejeran mobil yang berada di tempat parkir. Suzuki APV, Toyota Avanza, Innova, Honda Jazz, BMW seri 318i, dan mobil pribadi lain yang harganya di kisaran ratusan juta.
Ingatanku kembali berlari menuju kehidupan setelah kematian. Padang Ma'syar. Yaaah, di tempat itu, suatu saat akan tiba waktunya seluruh manusia di dunia akan dikumpulkan untuk dihisab. Semua amalan manusia ketika masih hidup di dunia akan dihitung. Dimintai pertanggung jawabannya sesuai perbuatan.
Hatiku kembali terguncang. Mengingat janji Allah, yang menyebutkan barang siapa berbuat kebaikan meski hanya sebesar biji dzahrah, akan mendapat ganjaran. Dan sebaliknya. Bagi yang berbuat keburukan sebesar biji dzahrah akan mendapat balasan. Begitulah Firman Allah yang dinash dalam penghujung Surat Al Zalzalah.
Malam bertambah pekat. Aku masih berada di ruang masjid yang memiliki gaya arsitektur futuristik dan modern. Dalam masjid itu, hatiku belum berhenti terguncang menyadari bekal yang aku miliki untuk menghadapi kehidupan berikutnya sangat minim. Aah, lagi-lagi plafon masjid yang bernuansa biru-putih dan merepresentasikan langit, menyeret pikiranku ke alam Bazrah.
Masya Allah, aku takut. Aku benar-benar takut dengan bekal yang sangat minim harus menghadapi kehidupan setelah di alam kubur. Sambil menahan tangis aku tetap paksakan untuk menulis rangkaian kalimat ini di ponsel yang sederhana. Berharap, linangan air mataku tak sampai menetesi pipi. Berharap, agar aku bisa berkomitmen dan berupaya memperbanyak bekal hidup.
Sambil menyetrum HP, sorotan mataku menangkap sosok salah seorang wanita baya yang sedang mendirikan shalat. Waktu di ponselku terus bergerak menunjukkan pukul 03.30 WIB, wanita itu masih asyik dalam aktivitas penghambaannya. Terlihat sangat khusyu', memanjatkan doa pada Rabbul Alamin. Aku iri, aku harus mampu merubah diri.
Meningkatkan budaya menghidupi malam dalam kondisi apapun. Menyiapkan bekal sedikit demi sedikit. Terus memohon kekuatan agar mampu berbuat dan mempertanggu jawabkan seluruh amalan.
Aku ingin mengakhiri tulisan ini, meneruskan aktivitas penghambaan yang sempat tertunda lantaran kebisingan lalu lalang mobil di jalan tol dan proyek pembangunan di sekitar masjid. Aku ingin memohon pada-Mu agar terhindar dari siksa dunia-Mu. Diharamkan dari siksa kubur-Mu, dijauhi dari api neraka-Mu.
Aku memohon pada-Mu, Ya Rabbul Ghaffar. Mengampuni seluruh dosaku, membimbingku ke jalan yang lurus, menghentikan kegundahan hatiku agar tak lagi terguncang. Hingga diberikan segala kemudahan untuk menyambut esok hari, esok di Yaumil Akhir. Menyambut seluruh rizki dan rahmat-Mu dengan hati gembira. Wa'llahu a'lam bishawab

Karawang,
di penghujung malam, mendekati akhir Desember 2008.